Akhlak yang menawan adalah
akhlak yang indah. Semua
orang akan senang melihat akhlak yang baik. namun tidak setiap orang bisa
tampil dengan akhlak mulia. Bahkan
sebagian orang menganggapnya sebagai barang rendahan.
Selain itu
perbaikan akhlak adalah salah satu tujuan diutusnya Rasulullah Muhammad saw.
Selain diutus untuk membenahi tauhid dan membersihkan kesyirikan dari jiwa
umat, beliau juga ditugasi untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Beliau
sendiri menyatakan, “Hanyalah aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
baik.”1
Dalam Fathul
Bari, ketika mengulas tentang sifat Rasulullah saw yang tidak mungkin berkata
keji, al-Hafizh Ibnu Hajar menampilkan riwayat dari al-Bazzar dengan lafal
sebagai berikut,
“Hanyalah aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
Akankah
Rasulullah saw ditugasi oleh Allah untuk mengurusi masalah yang rendah dan sepele seperti anggapan orang yang
berkarakter kasar dan berlisan kotor? Justru misi itu adalah misi besar, sifat
dan sikap yang melekat dalam tampilan pribadi beliau.
Keutamaan
Akhlak Mulia
Berhias diri
dengan akhlak yang baik merupakan salah satu unsur ketakwaan. Tidak akan
sempurna ketakwaan seseorang kecuali dengan akhlak yang baik. Allah swt berfirman,
“…(Surga itu) disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu)
orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun di waktu
sempit, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran: 133-134)
Dalam ayat yang
mulia inilah Allah swt telah menetapkan bahwa akhlak yang baik dalam bergaul
dengan sesama manusia sebagai bagian dari pilar-pilar ketakwaan. Sebagai bagian
dari pilar ketakwaan adalah sebuah keutamaan tersendiri. Selain itu masih ada
sederet keutamaan akhlak mulia yang lain, di antaranya:
Pertama:
Akhlak yang baik termasuk tanda kesempurnaan iman seseorang. Rasulullah saw bersabda,
“Orang-orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang
paling baik akhlaknya.”2
Kedua:
Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa mencapai derajat yang dekat dengan Allah
swt. Rasulullah saw menjelaskan dalam sabdanya,
“Sesungguhnya seorang mukmin dengan akhlaknya yang baik bisa
mencapai derajat orang yang berpuasa dan shalat.”3
Ketiga:
Akhlak yang baik bisa menambah berat amal kebaikan seorang hamba di hari
kiamat, sebagaimana sabda beliau saw:
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan amal (di
hari akhir) selain akhlak yang baik.”4
Keempat:
Akhlak baik merupakan sebab yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam
surga. Sebagaimana disabdakan Rasulullah saw ketika ditanya tentang apa yang
bisa memasukkan manusia ke dalam surga. Beliau menjawab,
“Bertakwa kepada Allah dan akhlak yang baik.”5
Bagaimana
Berakhlak yang Baik?
Dengan
keutamaan akhlak yang mulia tersebut tentu setiap muslim ingin memilikinya.
Sebelum itu mungkin perlu dipahami bagaimana para ulama menggambarkan akhlak
yang baik.
Imam Hasan
al-Bashri berkata, “Akhlak yang baik di antaranya: menghormati, membantu, dan
menolong.” Ibnul Mubarak berkata, “Akhlak yang baik adalah berwajah cerah, melakukan
kebaikan, dan menahan kejelekan.” Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Akhlak yang
baik adalah tidak marah dan dengki.”
Al-Imam
Muhammad bin Nashr mengatakan, “Sebagian ulama berkata: Akhlak yang baik adalah
menahan marah karena Allah, menampakkan wajah yang cerah berseri kecuali kepada
ahlul bid’ah dan orang-orang yang banyak berdosa, memaafkan orang yang salah kecuali
jika bermaksud memberi pelajaran, melaksanakan hukuman (sesuai syariat Islam)
dan melindungi setiap muslim dan kafir yang terikat janji dengan orang Islam
kecuali untuk mengingkari kemungkaran, mencegah kezhaliman terhadap orang yang
lemah tanpa melampaui batas.”
Dengan
mengetahui gambaran akhlak yang baik kita bisa mencoba untuk memperbaiki akhlak
kita yang masih tercela. Akhlak yang tercela hendaknya ditinggalkan diiringi
dengan pembiasaan akhlak yang baik. Akhlak menjadi baik bila kita mengikuti
jalan (sunah) Rasulullah Muhammad saw. Beliau orang yang terbaik akhlaknya,
sempurna dalam keteladanannya. Allah swt berfirman,
“Dan sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) benar benar berbudi pekerti
yang agung.” (Al-Qalam:4).
Allah
swt juga menegaskan,
“Sesungguhnya
telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagi kalian, (yakni) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (datangnya) hari kiamat, dan dia banyak
menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)
Dengan
mempelajari riwayat hidup beliau dari setiap sisi kehidupannya: bagaimana beliau
beradab di hadapan Rabbnya, kelurganya, sahabatnya dan terhadap nonmuslim, kita
akan terwarnai oleh kepribadian beliau yang mulia.
Rasulullah saw bersabda,
“Seseorang itu dilihat dari agama teman dekatnya. Karena itu
hendaklah seseorang memperhatikan orang yang dijadikan teman dekatnya.”6
Sering duduk
dan bergaul dengan orang-orang yang bertakwa bisa menumbuhkan akhlak yang baik.
Seseorang akan terpengaruh teman dekatnya, sedikit atau banyak. Ibaratnya dekat
dengan pedagang parfum, kalau pun tidak punya uang untuk membeli dagangannya,
bisa jadi akan dikasih atau paling tidak sudah merasakan wangi aromanya. Berbeda
bila dekat dengan tukang pandai besi. Kalaupun tidak terkena api hingga
terbakar bajunya, paling tidak ikut merasakan panas, gerah, dan bau asap.
Karena itu setiap muslim harus berusaha menjauhi orang yang jelek akhlaknya.
Semoga kita bisa berhias dengan akhlak yang baik, dan tidak tergerus akibat
salah pergaulan. Akhlak yang baik laksana rezeki Allah yang membagikannya.
Kalau kita bersemangat mengais dan menyongsong rezeki, tentu akan lebih
bersemangat untuk membentuk pribadi yang berakhlak indah dan mulia. Sebuah sifat
yang bisa membawa ke pintu surga. Wallahu a’lam bishshawab wa huwa waliyyut
taufiq.
Catatan:
1.
Musnad Imam Ahmad Kitab Baqi Musnad
al-Muktsirin no. 8595. Disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah
al-Shahihah no. 45.
2.
Diriwayatkan oleh al-Imam al-Tirmidzi dari Abu Hurairah ra,
disahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shahihul Jami’no. 1231.
3.
Sunan al-Tirmidzi Kitab
al-Birr wa al- Shilah no. 1926. Disahihkan oleh Syaikh al-Albani
dalam Shahihul Jami’ no. 1937.
4.
Sunan Abu Dawud Kitab al-Adab no.
4166, dikeluarkan juga oleh al-Imam al- Bukhari dalam Al-Adab al-Mufrad Bab
Husnu al-Khuluq no. 270, Disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul
Jami’ no. 5721.
5.
Al-Nawawi, Abu Zakariya Yahya bin Syaraf. Riyadhus Shalihin
min Kalami Sayid al Mursalin. Bab 73 Husnul Khuluq juz 1 hal
135-136 nomor hadits 627. Cetakan kedua. (Beirut: Daru al-Fikr. 1421H/2000M.)
Hadits ini dicatat oleh al-Tirmidzi dalam Sunan-nya, menurutnya merupakan
hadits hasan sahih. Dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih al Targhib wa
al-Tarhib no. 1723 & 2642.
6.
Musnad Imam Ahmad Kitab
Baqi Musnad al-Muktsirin no. 8605 dan Sunan Al-Tirmidzi Kitab Al-Zuhd
no. 2300. Disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no.
3545.
Sumber : Buletin FATAWA Vol.III/No.05 | April 2007 / Rabiul Awwal
1428
+ komentar + 1 komentar
sipp
Posting Komentar