Home » » Simpatik dengan Akhlak Menawan

Simpatik dengan Akhlak Menawan

Written By Unknown on Jumat, 08 November 2013 | 20.37



Akhlak yang menawan adalah akhlak yang indah. Semua orang akan senang melihat akhlak yang baik. namun tidak setiap orang bisa tampil dengan akhlak mulia. Bahkan sebagian orang menganggapnya sebagai barang rendahan.
           
          Terbawa oleh semangat yang membara kadang orang beranggapan bahwa akhlak tidaklah penting. “Akhlak itu bukan bagian agama yang serius, yang penting selamat manhajnya,” ujar seseorang. Pernyataan ini tidak bisa disembunyikan lagi kerancuannya. Bukankah akhlak itu bagian dari manhaj (metodologi) memahami ajaran Islam?
            Selain itu perbaikan akhlak adalah salah satu tujuan diutusnya Rasulullah Muhammad saw. Selain diutus untuk membenahi tauhid dan membersihkan kesyirikan dari jiwa umat, beliau juga ditugasi untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Beliau sendiri menyatakan, “Hanyalah aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.”1
            Dalam Fathul Bari, ketika mengulas tentang sifat Rasulullah saw yang tidak mungkin berkata keji, al-Hafizh Ibnu Hajar menampilkan riwayat dari al-Bazzar dengan lafal sebagai berikut,
“Hanyalah aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
            Akankah Rasulullah saw ditugasi oleh Allah untuk mengurusi masalah yang  rendah dan sepele seperti anggapan orang yang berkarakter kasar dan berlisan kotor? Justru misi itu adalah misi besar, sifat dan sikap yang melekat dalam tampilan pribadi beliau.

Keutamaan Akhlak Mulia
            Berhias diri dengan akhlak yang baik merupakan salah satu unsur ketakwaan. Tidak akan sempurna ketakwaan seseorang kecuali dengan akhlak yang baik. Allah swt  berfirman,
“…(Surga itu) disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun di waktu sempit, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran: 133-134)
            Dalam ayat yang mulia inilah Allah swt telah menetapkan bahwa akhlak yang baik dalam bergaul dengan sesama manusia sebagai bagian dari pilar-pilar ketakwaan. Sebagai bagian dari pilar ketakwaan adalah sebuah keutamaan tersendiri. Selain itu masih ada sederet keutamaan akhlak mulia yang lain, di antaranya:
Pertama: Akhlak yang baik termasuk tanda kesempurnaan iman seseorang. Rasulullah saw bersabda,
“Orang-orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya.”2
Kedua: Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa mencapai derajat yang dekat dengan Allah swt. Rasulullah saw menjelaskan dalam sabdanya,
“Sesungguhnya seorang mukmin dengan akhlaknya yang baik bisa mencapai derajat orang yang berpuasa dan shalat.”3
Ketiga: Akhlak yang baik bisa menambah berat amal kebaikan seorang hamba di hari kiamat, sebagaimana sabda beliau saw:
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan amal (di hari akhir) selain akhlak yang baik.”4
Keempat: Akhlak baik merupakan sebab yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam surga. Sebagaimana disabdakan Rasulullah saw ketika ditanya tentang apa yang bisa memasukkan manusia ke dalam surga. Beliau menjawab,
“Bertakwa kepada Allah dan akhlak yang baik.”5
Bagaimana Berakhlak yang Baik?
            Dengan keutamaan akhlak yang mulia tersebut tentu setiap muslim ingin memilikinya. Sebelum itu mungkin perlu dipahami bagaimana para ulama menggambarkan akhlak yang baik.
            Imam Hasan al-Bashri berkata, “Akhlak yang baik di antaranya: menghormati, membantu, dan menolong.” Ibnul Mubarak berkata, “Akhlak yang baik adalah berwajah cerah, melakukan kebaikan, dan menahan kejelekan.” Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Akhlak yang baik adalah tidak marah dan dengki.”
            Al-Imam Muhammad bin Nashr mengatakan, “Sebagian ulama berkata: Akhlak yang baik adalah menahan marah karena Allah, menampakkan wajah yang cerah berseri kecuali kepada ahlul bid’ah dan orang-orang yang banyak berdosa, memaafkan orang yang salah kecuali jika bermaksud memberi pelajaran, melaksanakan hukuman (sesuai syariat Islam) dan melindungi setiap muslim dan kafir yang terikat janji dengan orang Islam kecuali untuk mengingkari kemungkaran, mencegah kezhaliman terhadap orang yang lemah tanpa melampaui batas.”
            Dengan mengetahui gambaran akhlak yang baik kita bisa mencoba untuk memperbaiki akhlak kita yang masih tercela. Akhlak yang tercela hendaknya ditinggalkan diiringi dengan pembiasaan akhlak yang baik. Akhlak menjadi baik bila kita mengikuti jalan (sunah) Rasulullah Muhammad saw. Beliau orang yang terbaik akhlaknya, sempurna dalam keteladanannya. Allah swt berfirman,
“Dan sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) benar benar berbudi pekerti yang agung.” (Al-Qalam:4).
Allah swt juga menegaskan,
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagi kalian, (yakni) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (datangnya) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21)
            Dengan mempelajari riwayat hidup beliau dari setiap sisi kehidupannya: bagaimana beliau beradab di hadapan Rabbnya, kelurganya, sahabatnya dan terhadap nonmuslim, kita akan terwarnai oleh kepribadian beliau yang mulia.
            Rasulullah saw bersabda,
“Seseorang itu dilihat dari agama teman dekatnya. Karena itu hendaklah seseorang memperhatikan orang yang dijadikan teman dekatnya.”6
            Sering duduk dan bergaul dengan orang-orang yang bertakwa bisa menumbuhkan akhlak yang baik. Seseorang akan terpengaruh teman dekatnya, sedikit atau banyak. Ibaratnya dekat dengan pedagang parfum, kalau pun tidak punya uang untuk membeli dagangannya, bisa jadi akan dikasih atau paling tidak sudah merasakan wangi aromanya. Berbeda bila dekat dengan tukang pandai besi. Kalaupun tidak terkena api hingga terbakar bajunya, paling tidak ikut merasakan panas, gerah, dan bau asap. Karena itu setiap muslim harus berusaha menjauhi orang yang jelek akhlaknya. Semoga kita bisa berhias dengan akhlak yang baik, dan tidak tergerus akibat salah pergaulan. Akhlak yang baik laksana rezeki Allah yang membagikannya. Kalau kita bersemangat mengais dan menyongsong rezeki, tentu akan lebih bersemangat untuk membentuk pribadi yang berakhlak indah dan mulia. Sebuah sifat yang bisa membawa ke pintu surga. Wallahu a’lam bishshawab wa huwa waliyyut taufiq.

Catatan:
1.      Musnad Imam Ahmad Kitab Baqi Musnad al-Muktsirin no. 8595. Disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah al-Shahihah no. 45.
2.      Diriwayatkan oleh al-Imam al-Tirmidzi dari Abu Hurairah ra, disahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shahihul Jamino. 1231.
3.      Sunan al-Tirmidzi Kitab al-Birr wa al- Shilah no. 1926. Disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jamino. 1937.
4.      Sunan Abu Dawud Kitab al-Adab no. 4166, dikeluarkan juga oleh al-Imam al- Bukhari dalam Al-Adab al-Mufrad Bab Husnu al-Khuluq no. 270, Disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jamino. 5721.
5.      Al-Nawawi, Abu Zakariya Yahya bin Syaraf. Riyadhus Shalihin min Kalami Sayid al Mursalin. Bab 73 Husnul Khuluq juz 1 hal 135-136 nomor hadits 627. Cetakan kedua. (Beirut: Daru al-Fikr. 1421H/2000M.) Hadits ini dicatat oleh al-Tirmidzi dalam Sunan-nya, menurutnya merupakan hadits hasan sahih. Dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih al Targhib wa al-Tarhib no. 1723 & 2642.
6.      Musnad Imam Ahmad Kitab Baqi Musnad al-Muktsirin no. 8605 dan Sunan Al-Tirmidzi Kitab Al-Zuhd no. 2300. Disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 3545.



Sumber : Buletin FATAWA Vol.III/No.05 | April 2007 / Rabiul Awwal 1428
Share this article :

+ komentar + 1 komentar

Anonim
11 November 2013 pukul 18.59

sipp

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Gamais Faperta UNSOED - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger