Home » » SUSAH DAN SENANG DALAM KEBAIKAN

SUSAH DAN SENANG DALAM KEBAIKAN

Written By Unknown on Selasa, 08 Oktober 2013 | 07.30

Akhlak seorang mukmin adalah khas. Sulit, atau hampir mustahil, didapatkan pada orang kafir. Misalnya, suka mencela dan melaknat, adalah bukan kebiasaan orang muslim. Ada juga sifat yang lebih khas lagi, tidak ditemukan kecuali pada seorang hamba yang mukmin.


Hal ini terkait dalam menyikapi suatu hal dalam kehidupan di dunia ini. Kondisi peristiwa dunia kalau tidak menjadikan seseorang menjadi senang dan gembira berarti sebaliknya akan menjadikannya sedih dan berduka. Artinya ada sesuatu yang disukai dan ada pula yang dibenci. Keumuman orang adalah mengikuti segala sesuatu yang dirasakan enak dan menyenangkan, sementara yang membuat tidak enak dan berat cenderung ditinggalkan. Sebenarnya ada sebuah misteri di balik sesuatu yang menyenangkan dan menyedihkan. Sesuatu yang dibenci tidak selalu mendatangkan keburukan, bahkan tidak jarang membuahkan kebahagiaan dan kebaikan. Sementara hal yang banyak disukai tidak selalu memberikan kebaikan dan kebahagiaan, bahkan sering yang justru mengakibatkan kesedihan dan kesengsaraan. Allah swt berfirman :

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal dia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal dia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

            Berkata Ibnu Katsir, “Kandungan ayat ini umum untuk segala permasalahan, terkadang seseorang menyukai sesuatu sementara padanya tidak terdapat kebaikan dan maslahat di dalamnya. Dia (Allah) lebih mengetahui daripada kalian tentang akibat semua perkara. Dia telah mengabarkan perkara yang bermanbermanfaat dan mashlahat di dalam urusan dunia dan akhirat kalian. Untuk itu sambutlah seruan-nya dan tunduklah dengan melaksanakan perintah-Nya. Mudah-mudahan kalian menjadi orang yang mendapatkan petunjuk.” (Tafsir al-Quran al-‘Azhim oleh Ibnu Katsir (1/253)).

            Dari ayat ini bisa disimpulkan, sebagaimana kata Ibnul Qayim, terkadang sesuatu yang dibenci justru datang membawa kebaikan yang dicintai, sedangkan sesuatu yang dicintai justru datang membawa keburukan yang dibenci. Oleh karena itu sudah selayaknyalah kita merasa khawatir dan tidak aman, jangan-jangan kesenangan yang kita rasakan selama ini hakekatnya adalah keburukan dan mafsadat baik kita, buruk akibatnya di belakang hari. Sebaliknya musibah dan kesusahan yang yang tidak kita sukai justru hakekatnya adalah kebaikan dan maslahat bagi kita, baik akibatnya di belakang hari.

            Sebagaimana telah dijelaskan oleh Syaikh Abdurrahman al-Sa’di dalam tafsirnya, intinya bahwa ‘kebanyakan yang terjadi pada seorang mukmin yang bertakwa jika tengah mencintai sesuatu kemudian Allah swt jadikan sebuah penghalang antara dirinya dengan hal yang dicintainya berarti hakekatnya lebih baik bagi , bahkan merupakan salah satu bentuk kasih sayang dari Allah untuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa. Bisa jadi di belakang semua itu ada kebaikan dan manfaat lebih besar yang hendak dianugerahkan oleh-Nya atau ada bahaya dan kerugian lebih besar yang hendak dijauhkan darinya.

            Kunci untuk mengindera sehingga bisa diketahui apakah sesuatu yang sedang didapatkan dan dirasakan oleh seorang hamba yang mukmin merupakan kebaikan hakiki atau sebaliknya adalah: “Jika perkara yang tidak disukai oleh seorang hamba itu akan menyebabkannya menjadi taat kepada Allah, maka berarti hakekatnya merupakan perkara yang hakiki meskipun berat dirasakannya. Sebaliknya jika perkara yang dicintai oleh seorang hamba menyebabkan dirinya justru menjadi semakin jauh dari Allah bahkan menambah kedurhakaannya berarti itu sebenarnya merupakan keburukan, bukan kebaikan meski terasa menyenangkan.”

            Di antara faedah yang bisa diambil dari ayat ini adalah:



1.      Sesuatu yang paling semangat untuk dilakukan oleh seorang hamba adalah melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.



            Mengapa demikian? Karena tidak ada perkara yang lebih bermanfaat dari melaksanakan perintah Allah swt, walaupun berat di awal kali melakukannya namun di akhirnya akan terasa kebaikan, kelezatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tidak ada sebuah perintah pun yang dilakukan oleh seorang hamba melainkan isinya merupakan maslahat murni atau maslahatnya jauh lebih besar dibanding kerugian duniawi. Demikian pula tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya dan merugikan dari melekukan larangan walaupun jiwa menyukainya dan condong kepadanya, namun akibat di belakangnya semuanya berupa kepedihan, kesedihan, dan musibah. Tidak ada sesuatu yang dilarang dalam syariat kecuali isinya kemudharatan atau mudharatnya lebih besar dari keuntungan duniawi.

            Akal sehat dan fitrah yang lurus lebih memilih untuk menahan kepedihan dan kepayahan yang sedikit dan sebentar demi terjauhkan dari kepedihan adzab dan kerugian yang lebih besar dan berkepanjangan. Hati yang bersih lebih suka untuk tidak menikmati kesenangan dan kelezatan yang sedikit dan sesaat demi untuk mendapatkan kenikmatan yang tak terhingga dan abadi. Disebutkan sebuah riwayat dari Abu Hurairah a, bahwasanya Rasulullah saw bersabda,“Neraka itu dikelilingi oleh berbagai hal yang disukai syahwat, sementara neraka dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci.” (Shahih al-Bukhari (6122))



2.      Seorang hamba akan terdorong untuk bersabar jika terkena musibah dan tidak menjadi lupa diri terhadap nikmat yang diperolehnya.



            Mengapa demikian? Karena ayat ini mendorong seorang hamba untuk memasrahkan segala urusan hanya kepada Yang Maha Mengetahui akibat di balik segala urusan, kemudian merasa ridha dengan pilihan Allah swt dan takdir Allah swt untuknya. Bersama dengan itu daia tidaklah berani mengedepankan pilihan dan pertimbangan pribadi dengan menyisihkan pilihan Allah swt terhadap segala sesuatu yang memang telah menjadi jatahnya. Dia tidak mau protes terhadap segala keputusan-Nya! Tentunya semuanya tetap diiringi dengan semangat untuk mengambil berbagai sebab yang mendatangkan manfaat di dunia maupun di akhirat.

            Benarlah sabda Rasulullah saw, “Begitu mencengangkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik. Hal ini tidak dijumpai kecuali pada diri seorang yang mukmin. Jika dia mendapatkan sesuatu yang membuatnya senang akan bersyukur, dan ini adalah baik. Sementara jika dia mendapatkan suatu musibah yang membuatnya susah dia akan bersabar, ini pun juga baik.” (Shahih Muslim) 

            Begitulah karakteristik muslim sejati, hanya dua kondisinya bersyukur bila mendapatkan sesuatu yang menyenangkan dan bersabar bila ditimpa sesuatu musibah. Semuanya baik, bersyukur adalah perbuatan baik dan terpuji begitu pula dengan bersabar. Apakah kita termasuk dalam jajaran muslim yang demikian? Semoga kita dijadikan oleh Allah sebagai mukmin yang bertakwa dengan karakter tersebut. Amin. Wallahul musta’an. !



Al-Ustadz S’aid



Sumber : Majalah FATAWA Vol.III/No.07 | Juni 2007 / Jumadil Ula 1428 H



Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Gamais Faperta UNSOED - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger