PURWOKERTO,
GamaisNews—Islam itu sempurna, hal-hal kecil pun diatur. Merupakan bukti
kesempurnaan Islam adalah diaturnya adab saat bersin, menguap dan sendawa. Jika
bersin, ucapkan hamdalah. Jika menguap atau bersendawa, tahan semampunya. Demikian
disampaikan Ustadz Tri dalam Kajian Yuk Mengenal Islam (YUMI) Gamais di Masjid HR. Boenyamin Fakultas Pertanian Unsoed, Kamis
(27/3).
Ustadz
Tri mengatakan, jika seorang muslim bersin mengucapkan ‘Alhamdulillah’, maka
semua muslim yang mendengarkan wajib mengucapkan ‘Yarhamukallah’. Kemudian,
muslim yang bersin menjawabnya ‘Yahdikumullahu wa
yushlihu balakum’. Pernyataannya ini, merupakan penjelasan dari hadits berikut.
Rasulullah
saw bersabda: "Jika seseorang di antaramu bersin, maka hendaklah
mengucapkan, ‘Alhamdulillah’, dan hendaklah saudaranya mengucapkan,
‘Yarhamukallah’, dan jika saudaranya telah mengucapkan, ‘Yarhamukallah’ maka
hendaklah ia membalas, ‘Yahdikumullahu wa yushlihu balakum’ ". (HR.
Bukhari)
Dikatakan
Ustadz Tri, ucapan hamdalah saat bersin merupakan bentuk ibadah dalam rasa
syukur. Sebab, bersin itu menyehatkan. Bersin merupakan mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan debu-debu, kotoran dan mikroba yang terjaring bulu-bulu hidung.
Selain itu, bersin menyebabkan sesama muslim saling mendoakan. “Itu mengapa
bersin dicintai Allah,” ujarnya. Sebagaimana tercantum dalam hadits berikut.
“Sesungguhnya
Allah menyukai bersin dan benci terhadap menguap. Maka apabila ia bersin,
hendaklah ia memuji Allah (dengan mengucapkan ‘Alhamdullillah’). Dan merupakan
kewajiban bagi setiap muslim yang mendengarnya untuk mendoakannya… “(HR. Bukhari)
Soal
adab saat bersin, Ustadz Tri mengutip hadits riwayat Tirmidzi dan Abu Daud.
Bahwa saat bersin, Rasulullah saw menutupi wajahnya dengan tangan dan merendahkan
suara. “Menutup mulut dan hidung dengan tangan, rendahkan suaranya dan jangan
dihadapkan ke temennya ya…, hujan lokal,” katanya, bergurau.
Bahkan,
para ulama sepakat, bersin saat shalat pun boleh mengucapkan ‘Alhamdulillah’.
Namun demikian, bagi yang mendengarkan tidak wajib menjawabnya. Demikian pun,
saat khutbah Jum’at, hanya yang bersin yang mengucapkan ‘Alhamdulillah’. “Karena
saat khutbah Jum’at, fokus mendengarkan khotib,” tuturnya.
Sementara
itu, jika orang yang bersin tidak mengucapkan ‘Alhamdulillah’, maka yang
mendengarkan tidak boleh mengucapkan ‘Alhamdulillah’. Begitupun, tidak pula
diperbolehkan mengucapkan ‘Yarhamukallah’. “Maka sunahnya, mengucapkan
‘Alhamdulillah’ itu dengan disuarakan. Begitu pun dengan yang mengucapkan
‘Yarhamukallah,” ujar Ustadz Tri.
Namun
demikian, Ustadz Tri menegaskan, anjuran mengucapkan ‘Alhamdulillah’ saat
bersin tidak berlaku saat berada di toilet. Ia mengatakan, itu dilarang. Hal
ini terkait dengan larangan menyebut nama Allah saat berada di toilet.
Berbeda
dengan saat bersin, tidak ada dzikir khusus pada saat menguap. Ustadz Tri
mengatakan, cukup dengan menahan semampunya. Hal ini tercantum dalam hadits
berikut.
“…Adapun
menguap, maka ia berasal dari setan. Hendaklah setiap muslim berusaha untuk
menahannya sebisa mungkin, dan apabila mengeluarkan suara ‘ha’, maka saat itu
setan menertawakannya.”(HR. Bukhari dan Muslim).
Membaca ta’awudz
saat menguap hanyalah pendapat bahwa jika menguap memasukkan setan, maka
mengeluarkannya dengan membaca ta’awudz. Namun demikian, anjuran membaca
ta’awudz saat menguap menurut sebagian ulama’ dan kebanyakan masyarakat, itu
berdalil pada firman Allah,
“Apabila
setan mengganggumu, maka mintalah perlindungan kepada Allah.”
Sementara Nabi
saw bersabda, menguap itu dari setan. “Pendalilan semacam itu tidak pada
tempatnya, karena memang Rasulullah tidak menganjurkan (untuk membaca ta’awudz
saat menguap),” ujar Ustadz Tri, mengutip pendapat Syekh Sulaiman Al Majid.
Mengenai menguap
saat shalat, Ustadz Tri mengutip pendapat dari Imam Malik ra sebagai berikut.
“Mulutnya ditutup dengan tangannya ketika shalat sampai selesai
menguap. Jika menguap ketika sedang membaca bacaan shalat, kalau dia memahami
apa yang dibaca, maka hukumnya makruh namun sudah mencukupi baginya
(bacaan dia). Tetapi jika tidak memahaminya, maka dia harus mengulangi
bacaannya, dan jika tidak mengulanginya, -kalau bacaan tersebut adalah surat
Al-Fatihah-, maka itu tidak mencukupi (tidak sah shalatnya), dan kalau selain
Al-Fatihah, maka sudah mencukupinya (shalatnya sah).”
Lebih lanjut
tentang menguap saat shalat, mengutip pendapat Al-Hafizh Ibnu Hajar
rahimahullah, Ustadz Tri mengatakan,
“Dan di
antara yang diperintahkan bagi orang yang menguap adalah jika sedang shalat,
maka dia harus menghentikan bacaannya sampai menguapnya selesai, agar bacaannya
tidak berubah. Disampaikan oleh Syekh Sulaiman Al Majid, bahwa
tidak ada dalil soal doa atau dzikir yang dibaca saat menguap.”
Dari sisi keilmuan, menguap adalah gejala otak kekurangan suplai
oksigen dan nutrisi. Ini karena pernapasan kurang menyuplai oksigen ke otak dan
tubuh. “Hal ini terjadi ketika sedang pusing, kantuk lesu dan pada orang yang
sedang menghadapi kematian,” tutur Ustadz Tri, mengutip sebuah artikel.
Bahwa
menguap dibenci Allah sebagaimana hadits di atas, Ustadz Tri bertutur, karena
menguap adalah aktivitas yang membuat seseorang banyak makan. Akibatnya,
menjadi malas beribadah.
Ustadz
Tri membandingkan, para Nabi tidak pernah menguap. Salah satu faktornya adalah
gaya tidur Nabi, yakni miring ke kanan. Gaya tidur seperti ini memungkinkan suplai
oksigen ke otak tercukupi. Dalam kondisi ini, maka tidurnya berkualitas. “Yang
penting dari tidur, bukan kuantitasnya tapi kualitasnya,” kata Ustadz Tri
menjelaskan. Selain itu, lanjut Ustadz Tri, seringnya menguap juga merupakan akibat banyaknya makan.
Mengenai
sendawa, sebagaimana saat menguap, cukup dengan menahan sebisa mungkin. Soal hukum sendawa saat sholat, Ustadz Tri menjelaskan, ada dua pendapat.
“Pertama, jika keluar suara padahal sebenarnya bisa ditahan, maka
itu membatalkan shalat,” kata Ustadz Tri mengutip pendapat Imam Abu Hanifah dan
Muhammad Hasan
as-Syaibani. “Namun demikian, jika sudah berusaha menahan
tapi tetap tidak bisa ditahan, maka itu tidak membatalkan shalat,” lanjutnya.
Pendapat
ke dua berasal dari madzab Malikiyah, bahwa sendawa dan keluar dahak hukumnya
sama dengan berdehem, maka tidak membatalkan shalat. “Namun, jika sendawa hanya
untuk main-main (bukan karena ada udzur),
maka membatalkan shalat,” kata Ustadz Tri, melanjutkan pendapat madzab
Malikiyah.
Demikian
merupakan bukti atas sempurnanya Islam yang mengatur hal-hal kecil semacam itu.
Semestinyalah, sebagai seorang muslim, kita patut mengimaninya. Sebab, para
ulama sepakat, penolakan terhadap aturan-aturan ajaran Islam –yang meskipun
hal-hal kecil– dapat mengantarkan pada kekufuran.
Tentunya, tidak berarti bahwa
dengan mempelajari hal-hal kecil semacam itu lalu kemudian hal-hal yang
berkaitan dengan akidah, dsb terabaikan. Ustadz Tri mengatakan, itu lebih
utama. Namun demikian, sebagai penyempurna atas pengamalan ajaran Islam,
hal-hal kecil semacam itu patut pula diamalkan. “Kita tetap mengamalkan semua
yang diajarkan Allah dan Rasulullah,” ujar Ustadz Tri menegaskan. (RDL)
+ komentar + 1 komentar
syukron ust, saya jadi lebih paham
by: www.dakwahsyariah.com
Posting Komentar