Home » » Bukti Kesempurnaan Islam, Hal-Hal Kecil pun Diatur

Bukti Kesempurnaan Islam, Hal-Hal Kecil pun Diatur

Written By Unknown on Rabu, 09 April 2014 | 08.55

PURWOKERTO, GamaisNews—Islam itu sempurna, hal-hal kecil pun diatur. Merupakan bukti kesempurnaan Islam adalah diaturnya adab saat bersin, menguap dan sendawa. Jika bersin, ucapkan hamdalah. Jika menguap atau bersendawa, tahan semampunya. Demikian disampaikan Ustadz Tri dalam Kajian Yuk Mengenal Islam (YUMI) Gamais di Masjid HR. Boenyamin Fakultas Pertanian Unsoed, Kamis (27/3).

Ustadz Tri mengatakan, jika seorang muslim bersin mengucapkan ‘Alhamdulillah’, maka semua muslim yang mendengarkan wajib mengucapkan ‘Yarhamukallah’. Kemudian, muslim yang bersin menjawabnya ‘Yahdikumullahu wa yushlihu balakum’. Pernyataannya ini, merupakan penjelasan dari hadits berikut.

Rasulullah saw bersabda: "Jika seseorang di antaramu bersin, maka hendaklah mengucapkan, ‘Alhamdulillah’, dan hendaklah saudaranya mengucapkan, ‘Yarhamukallah’, dan jika saudaranya telah mengucapkan, ‘Yarhamukallah’ maka hendaklah ia membalas, ‘Yahdikumullahu wa yushlihu balakum’ ". (HR. Bukhari)

Dikatakan Ustadz Tri, ucapan hamdalah saat bersin merupakan bentuk ibadah dalam rasa syukur. Sebab, bersin itu menyehatkan. Bersin merupakan mekanisme tubuh untuk mengeluarkan debu-debu, kotoran dan mikroba yang terjaring bulu-bulu hidung. Selain itu, bersin menyebabkan sesama muslim saling mendoakan. “Itu mengapa bersin dicintai Allah,” ujarnya. Sebagaimana tercantum dalam hadits berikut.

“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan benci terhadap menguap. Maka apabila ia bersin, hendaklah ia memuji Allah (dengan mengucapkan ‘Alhamdullillah’). Dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mendengarnya untuk mendoakannya…(HR. Bukhari)

Soal adab saat bersin, Ustadz Tri mengutip hadits riwayat Tirmidzi dan Abu Daud. Bahwa saat bersin, Rasulullah saw menutupi wajahnya dengan tangan dan merendahkan suara. “Menutup mulut dan hidung dengan tangan, rendahkan suaranya dan jangan dihadapkan ke temennya ya…, hujan lokal,” katanya, bergurau.

Bahkan, para ulama sepakat, bersin saat shalat pun boleh mengucapkan ‘Alhamdulillah’. Namun demikian, bagi yang mendengarkan tidak wajib menjawabnya. Demikian pun, saat khutbah Jum’at, hanya yang bersin yang mengucapkan ‘Alhamdulillah’. “Karena saat khutbah Jum’at, fokus mendengarkan khotib,” tuturnya.

Sementara itu, jika orang yang bersin tidak mengucapkan ‘Alhamdulillah’, maka yang mendengarkan tidak boleh mengucapkan ‘Alhamdulillah’. Begitupun, tidak pula diperbolehkan mengucapkan ‘Yarhamukallah’. “Maka sunahnya, mengucapkan ‘Alhamdulillah’ itu dengan disuarakan. Begitu pun dengan yang mengucapkan ‘Yarhamukallah,” ujar Ustadz Tri.

Namun demikian, Ustadz Tri menegaskan, anjuran mengucapkan ‘Alhamdulillah’ saat bersin tidak berlaku saat berada di toilet. Ia mengatakan, itu dilarang. Hal ini terkait dengan larangan menyebut nama Allah saat berada di toilet.

Berbeda dengan saat bersin, tidak ada dzikir khusus pada saat menguap. Ustadz Tri mengatakan, cukup dengan menahan semampunya. Hal ini tercantum dalam hadits berikut.

“…Adapun menguap, maka ia berasal dari setan. Hendaklah setiap muslim berusaha untuk menahannya sebisa mungkin, dan apabila mengeluarkan suara ‘ha’, maka saat itu setan menertawakannya.”(HR. Bukhari dan Muslim).

Membaca ta’awudz saat menguap hanyalah pendapat bahwa jika menguap memasukkan setan, maka mengeluarkannya dengan membaca ta’awudz. Namun demikian, anjuran membaca ta’awudz saat menguap menurut sebagian ulama’ dan kebanyakan masyarakat, itu berdalil pada firman Allah,

“Apabila setan mengganggumu, maka mintalah perlindungan kepada Allah.”

Sementara Nabi saw bersabda, menguap itu dari setan. “Pendalilan semacam itu tidak pada tempatnya, karena memang Rasulullah tidak menganjurkan (untuk membaca ta’awudz saat menguap),” ujar Ustadz Tri, mengutip pendapat Syekh Sulaiman Al Majid.

Mengenai menguap saat shalat, Ustadz Tri mengutip pendapat dari Imam Malik ra sebagai berikut.

“Mulutnya ditutup dengan tangannya ketika shalat sampai selesai menguap. Jika menguap ketika sedang membaca bacaan shalat, kalau dia memahami apa yang dibaca, maka hukumnya makruh namun sudah mencukupi  baginya (bacaan dia). Tetapi jika tidak memahaminya, maka dia harus mengulangi bacaannya, dan jika tidak mengulanginya, -kalau bacaan tersebut adalah surat Al-Fatihah-, maka itu tidak mencukupi (tidak sah shalatnya), dan kalau selain Al-Fatihah, maka sudah mencukupinya (shalatnya sah).”

Lebih lanjut tentang menguap saat shalat, mengutip pendapat Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah, Ustadz Tri mengatakan,


“Dan di antara yang diperintahkan bagi orang yang menguap adalah jika sedang shalat, maka dia harus menghentikan bacaannya sampai menguapnya selesai, agar bacaannya tidak berubah.  Disampaikan oleh Syekh Sulaiman Al Majid, bahwa tidak ada dalil soal doa atau dzikir yang dibaca saat menguap.”

Dari sisi keilmuan, menguap adalah gejala otak kekurangan suplai oksigen dan nutrisi. Ini karena pernapasan kurang menyuplai oksigen ke otak dan tubuh. “Hal ini terjadi ketika sedang pusing, kantuk lesu dan pada orang yang sedang menghadapi kematian,” tutur Ustadz Tri, mengutip sebuah artikel.

Bahwa menguap dibenci Allah sebagaimana hadits di atas, Ustadz Tri bertutur, karena menguap adalah aktivitas yang membuat seseorang banyak makan. Akibatnya, menjadi malas beribadah.

Ustadz Tri membandingkan, para Nabi tidak pernah menguap. Salah satu faktornya adalah gaya tidur Nabi, yakni miring ke kanan. Gaya tidur seperti ini memungkinkan suplai oksigen ke otak tercukupi. Dalam kondisi ini, maka tidurnya berkualitas. “Yang penting dari tidur, bukan kuantitasnya tapi kualitasnya,” kata Ustadz Tri menjelaskan. Selain itu, lanjut Ustadz Tri, seringnya menguap juga merupakan akibat banyaknya makan.


Mengenai sendawa, sebagaimana saat menguap, cukup dengan menahan sebisa mungkin. Soal hukum sendawa saat sholat, Ustadz Tri menjelaskan, ada dua pendapat. 



“Pertama, jika keluar suara padahal sebenarnya bisa ditahan, maka itu membatalkan shalat,” kata Ustadz Tri mengutip pendapat Imam Abu Hanifah dan Muhammad Hasan as-Syaibani. “Namun demikian, jika sudah berusaha menahan tapi tetap tidak bisa ditahan, maka itu tidak membatalkan shalat,” lanjutnya.

Pendapat ke dua berasal dari madzab Malikiyah, bahwa sendawa dan keluar dahak hukumnya sama dengan berdehem, maka tidak membatalkan shalat. “Namun, jika sendawa hanya untuk main-main (bukan karena ada udzur), maka membatalkan shalat,” kata Ustadz Tri, melanjutkan pendapat madzab Malikiyah.

Demikian merupakan bukti atas sempurnanya Islam yang mengatur hal-hal kecil semacam itu. Semestinyalah, sebagai seorang muslim, kita patut mengimaninya. Sebab, para ulama sepakat, penolakan terhadap aturan-aturan ajaran Islam –yang meskipun hal-hal kecil– dapat mengantarkan pada kekufuran.


Tentunya, tidak berarti bahwa dengan mempelajari hal-hal kecil semacam itu lalu kemudian hal-hal yang berkaitan dengan akidah, dsb terabaikan. Ustadz Tri mengatakan, itu lebih utama. Namun demikian, sebagai penyempurna atas pengamalan ajaran Islam, hal-hal kecil semacam itu patut pula diamalkan. “Kita tetap mengamalkan semua yang diajarkan Allah dan Rasulullah,” ujar Ustadz Tri menegaskan. (RDL)
Share this article :

+ komentar + 1 komentar

25 April 2017 pukul 17.46

syukron ust, saya jadi lebih paham

by: www.dakwahsyariah.com

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Gamais Faperta UNSOED - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger