Sosok pengusaha nasional Chairul Tandjung bisa jadi baru mencuat namanya saat mendirikan Bank Mega dan membuat stasiun televisi Trans TV. Tidak semua orang tahu, bahwa ia mengawali belajar bisnis ketika waktu kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
"Jadi saya jadi pengusaha bukan karena pendidikan, bukan karena
keturunan orang kaya. Jadi pengusaha karena terpaksa membiayai sekolah sendiri
cari uang untuk kuliah," papar CT saat meluncurkan bukunya di toko buku
Gramedia Matraman, awal pekan ini.
Berawal dari kebiasaan mahasiswa yang ketika itu harus fotocopy diktat
praktikum dari dosen yang rata-rata harus keluarkan Rp 500,00 untuk fotocopy 20 lembar buku
dikat di kawasan Salemba.
Nah, CT mencari peluang dengan mencari fotocopy yang berani dengan
harga rendah. Beruntung dia punya teman yang berani hanya Rp 150,00 per 20 lembar. Lantas buku
diktat itu dijual seharga Rp 300,00. Dan laris manis.
"Di hari pertama itu, saya berhasil menjual 100 buku diktat
sehingga memperoleh untung Rp 15 ribu. Uang itu menjadi awal kebangkitan. Dari
situ untuk mendapatkan puluhan ribu, ratusan bahkan sampai jutaan terasa lebih
mudah," paparnya.
Setelah kuliah selesai tahun 1987, dirinya bersama dengan salah seorang
rekannya menekuni bisnis dengan membuat CV yang memproduksi sepatu berkembang.
Ia mengawalinya dengan meminjam uang Rp 150 juta. Perusahaan berkembang menjadi
lima pabrik di bawah induk bernama Para Grup.
Tahun 1995, CT telah memiliki perusahaan Para Multi Finance, di samping
mengerjakaan proyek real estate dengan membangun Bandung Super Mall. Usahanya
terus berkembang dengan memiliki Bank Mega, Trans TV dan sebagainya.
Lantas bagaimana agar usaha bisa berlangsung sukses? "Kalau ingin
berusaha jangan terlalu banyak mikir itung, banyak renacana. Karena rencana
jadi bisnis enggak jadi. Jadi pengusaha yakin saja Gagal tidak apa-apa.
Gagal enggak dosa, bukan hal yang memalukan. Yang penting jangan sampai gagal
di lubang yang sama," sarannya.
Dikatakannya tidak sekolah bisa jadi pengusaha. Tidak jaminan sekolah
jadi pengusaha. Tapi kemungkinan pengusaha bisa sukses lebih besar dibandingkan
tidak sekolah. Jadi sekolah penting.
Lantas mengapa dirinya lebih suka mengakusisi dibandingkan dengan
membangun bisnis? "Akusisi perusahaan membuat sinergi memperluas ladang
usaha. Waktu saya memulai banyak waktu tapi enggak punya uang. Mulai dari nol.
Lama-lama jadi besar punya uang, tidak punya waktu. Maka yang dilakukan
tidak perlu bangun tapi mengakusisi," akunya.
Meski berjaya di berbagai usaha, CT mempunyai satu prinsip yang selalu
dipegangnya. Filosofi bisnis itu satu jangan serakah. Pengen kuasai A-Z.
Itulah mengapa saat ada keinginan beberapa orang untuk membangun produk air
minum dalam kemasan ia tolak.
"Jangan semua dikerjain sendiri dibagikan dengan yang lain. Fokus
saja dimana kita jadi jawara di Indonesia atau internasional," paparnya.
(*/Tribunnews)
(By: Departemen Kewirausahaan Gamais)
Posting Komentar