Apakah anda punya
keahlian dalam memproduksi suatu barang? misalnya Kue kering atau kerajinan
tangan. Setelah anda membuatnya coba anda masukan dalam kotak, setelah beberapa
hari coba anda buka, apakah kue tersebut berubah jadi uang? Tentu saja tidak
mungkin sama sekali, alias mustahil. Tukang sulap aja tidak bisa mengubahnya.
Mereka juga cari duit, dengan cara melakukan pertunjukan sulap di jalanan atau
di televisi.
Begitu pula dengan
usaha bidang jasa. Misalnya anda bergerak dibidang jasa service komputer, lalu
anda memperbaiki komputer anda sendiri. Kira-kira apakah ada orang yang akan
membayar anda karena telah menyervice komputer sendiri? Jawabannya juga: pasti tidak.
Kalau begitu, pertanyaannya kita ubah, “bagaimanakah produk atau jasa yang kita
punya bisa berubah jadi uang?”
Jawabannya sudah pasti
kita tahu, “Dengan menjual barang / jasa tersebut kepada orang lain”. Sudah
kita maklumi, bahwa kita tidak bisa menciptakan uang. Karena, yang berwenang
mencetaknya adalah lembaga tertentu. Kita juga tidak bisa membuat emas, ia
hanya bisa diperoleh atau didulang dari tempat-tempat tertentu di muka bumi.
Kita hanya bisa
berusaha membuat uang berpindah dari tangan orang lain masuk dalam kantong kita
(tentunya dengan cara halal). Cara inilah yang disebut transaksi. Makin banyak
orang yang kita kenal, makin banyak yang bisa diajak bertransaksi. Makin banyak
transaksi, makin mengalir pula uang ke kocek kita. Maka sungguh cocok bila
pembahasan hukum perdagangan dalam Islam disebut dengan fiqh muamalat, yaitu
artinya, hukum Islam yang membahas hubungan aqad (interaksi) antara sesama
manusia. Karena, praktek nyata ilmu tersebut terjadi berupa interaksi antara
seorang idividu dengan orang lain. Yang dimulai dengan pembahasan interaksi
dalam jual-beli. Tidak ada yang mau membuka usaha perdagangan di tengah hutan
belantara. Siapa yang kita harapkan mau mendatangi tempat kita. Dikenal dan
didatangi orang untuk berbelanja ke toko kita, itulah tujuan setiap pedagang.
Ada beberapa kiat yang bisa diterapkan untuk memperbanyak
pelanggan, di antaranya:
Network
Memperbanyak kenalan,
teman, sahabat dan kolega, inilah yang disebut-sebut oleh para motivator dengan
sebutan “networking”, yaitu membuat jaringan / komunitas, atau masuk
dalam komunitas yang telah ada. Karena hal itu akan menghasilkan banyak teman,
juga makin banyak koneksi dan kolega, sehingga dengan mudah kita
perkenalkan produk atau jasa yang kita miliki kepada mereka untuk mereka
manfaatkan.
Biasanya seorang teman
akan mudah menjadi pelanggan dibandingkan seorang pelanggan yang akan menjadi
teman. Bukankah tujuan mengiklankan barang agar banyak orang yang tahu?
Biasanya, iklan dari kenalan lebih diperhatikan daripada iklan dari “orang
asing.
Coba kita perhatikan, bila KFC atau Pizza Hut mengiklankan
adanya sajian menu baru, pasti para “kenalannya” tidak akan curiga dengan
kelezatannya, semua tertarik untuk mencicipinya.
Begitu pula para “kenalan” Iphone atau Blackberry, dengan setia
mereka menunggu produk baru, walaupun produk tersebut tidak jauh beda dengan
sebelumnya. Itu semua disebabkan mereka telah memiliki jaringan pelanggan yang
setia.
Costumer oriented (orientasi mendapatkan
pelanggan)
Bagi para pendatang
baru di dunia bisnis, biasanya lebih terfokus bagaimana produknya bisa laku
terjual, mendapatkan keuntungan pertama sebagai “penglaris”. Namun, terkadang
lupa dengan kontinuitas usaha, sehingga produk tersendat di
saat pelanggan sedang mencarinya; atau modal keburu habis di kala sudah mulai
dikenal dan dicari pelanggan. Akhirnya akan menimbulkan kekecewaan dari
pelanggan.
Hendaknya usaha lebih terfokus pada costumer oriented,
bukan profit oriented Dengan cara:
1.
Kualitas dan kuantitas barang harus didahulukan, untuk memuaskan
pelanggan.
2.
Walaupun keuntungan per item sedikit, tapi kalau pembelinya
banyak kan kalkulasinya juga besar.
Memperkenalkan diri
Kendala pertama yang
dimiliki oleh produk baru adalah “belum dikenal”. Ini sebenarnya bukan kendala,
walaupun disebut dengan kendala, tapi toh kita sudah tahu solusinya, yaitu
“memperkenalkan”. Kalau sudah terkenal, maka jangan heran kalau produk anda
menjadi maskot dari produk sejenis. Buktinya, mungkin kita bisa tahu dari
pasaran sekarang. Kalau ada yang mencari teh botol pasti yang terbayang adalah
sosro; untuk air minum kemasan pasti orang menyebutnya “aqua”. Ini semua karena
merekalah yang memperkenalkan pertama sekali dan sekarang punya kenalan yang
sangat banyak. Namun, jangan hanya melihat bagaimana terkanalnya mereka
sekarang, tapi lirik juga bagaimana pahit dan getirnya usaha mereka saat
pertama memperkenalkan produk mereka. Pasti tidak jauh berbeda dengan yang anda
rasakan.
Menjemput bola
Terkadang konsumen
tahu suatu barang ada di toko ini, tapi untuk ke sana tidak ada waktu atau
repot. Di sini lah kita punya kesempatan menjemput bola. Dengan memberi
pelayanan lebih seperti antar jemput pelanggan.
Iklan dari jari ke jari
Mungkin dulu orang
menyebutnya “iklan dari mulut ke mulut”, tapi sekarang bisa diungkapkan dengan
“dari jari ke jari”. Karena, untuk zaman sekarang, dengan gerakan jari saja
dengan mudah menyebarkan informasi ke seluruh dunia. Sosial media, itulah
sarananya.
Mungkin pernah anda dengar atau mencicipi keripik pedas
(berlevel) Maicih? Awal ia terkenal hanyalah berbekal pemberitahuan di dunia
maya, medsos twitter. Hingga pada akhirnya ia terkenal di dunia nyata. Bila
seorang public figur memuji produk kita, maka tunggu saja gelinding bola salju
yang akan “menghantam” produk anda.
Apabila sudah terkenal
Ini yang lebih berat
dari “perkenalan pertama”, yaitu mempertahankan image. Orang yang menggunakan
produk / jasa kita bukanlah orang yang kena pelet sehingga bisa disetir
semaunya. Mereka punya mood dan selera, punya pilihan untuk mencari yang lebih
bermanfaat. Jadi, mempertahankan kualitas setelah dikenal adalah faktor yang
harus dititikberatkan oleh setiap produsen.
Semoga kita bisa
segera memulai dan mengembangkan usaha yang akan atau sedang kita jalani. BERGERAK,
BERINOVASI DAN BERPRODUKSI.
By: Departemen Kewirausahaan Gamais
Sumber:
http://pengusahamuslim.com
Posting Komentar