PURWOKERTO, GamaisNews—Kekuatan kita sebagai seorang
muslim, terletak pada totalitas kepasrahan kepada Allah. Dan totalitas
kepasrahan kepada Allah, yakni tawakal, terletak pada totalitas usaha.
Demikian ungkap Ustadz Hermawan memaknai lafadz man jadda wajada dalam Kajian Yuk Mengenal Islam (YUMI) Gamais, Jumat (10/10) di Masjid HR. Boenyamin Fakultas Pertanian Unsoed. “Tawakal bisa maksimal, jika usahanya juga maksimal,” tegasnya.
Demikian ungkap Ustadz Hermawan memaknai lafadz man jadda wajada dalam Kajian Yuk Mengenal Islam (YUMI) Gamais, Jumat (10/10) di Masjid HR. Boenyamin Fakultas Pertanian Unsoed. “Tawakal bisa maksimal, jika usahanya juga maksimal,” tegasnya.
Lafadz man jadda
wajada yang berarti “barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka dia akan
berhasil”, hanya peribahasa. Meski demikian, Ustadz Hermawan mengatakan,
setidaknya ini bisa menyemangati kita dan memandangnya dari sudut pandang
sebagai seorang muslim.
“Maka untuk mengiringi semangat bersungguh-sungguh ini, kita sebagai muslim kan disuruh untuk bersungguh-sungguh dalam segala hal. Maka kita harus mengikutinya dengan tawakal kepada Allah SWT,” jelasnya.
“Maka untuk mengiringi semangat bersungguh-sungguh ini, kita sebagai muslim kan disuruh untuk bersungguh-sungguh dalam segala hal. Maka kita harus mengikutinya dengan tawakal kepada Allah SWT,” jelasnya.
Pernyataan itu berimplikasi bahwa sehebat-hebatnya dan
secerdas-cerdasnya berusaha, namun ketetapan segala sesuatu tetap berada di
tangan Allah SWT. Namun, bukan berarti manusia hanya pasrah menunggu hasil
tanpa melakukan usaha. Sebab, dalam Q.S. Ar-Ra'd: 11, Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang
mengubah apa-apa yang pada diri mereka.”
Karena itu, Ustadz Hermawan melanjutkan, harus dikaitkan
antara seluruh usaha dengan takdir atau dengan keputusan Allah SWT. Keduanya,
harus berjalan selaras, tidak ada tawakal tanpa usaha dan jika tidak ada usaha
berarti tidak tawakal.
Patut menjadi catatan, bahwa tidak disebut tawakal
jika hanya berdoa kepada Allah SWT dengan pasrah yang tanpa diiringi usaha. “Itu
namanya menuntut Allah memberikan sesuatu yang tidak kita usahakan,” ujarnya.
Untuk bertawakal kepada Allah SWT, maka tidak lain
yang bisa dilakukan adalah dengan mendorong diri, menyemangati diri,
memaksimalkan diri untuk segera berbuat, segera beramal, segera melakukan
sesuatu dengan total agar kemudian bisa bertawakal kepada Allah.
“Ini adalah dua hal yang harus senantiasa kita pegang, usaha yang keras di satu sisi, dan di sisi yang lain juga kepasrahan yang penuh kepada Allah,” Ustadz Hermawan menegaskan.
“Ini adalah dua hal yang harus senantiasa kita pegang, usaha yang keras di satu sisi, dan di sisi yang lain juga kepasrahan yang penuh kepada Allah,” Ustadz Hermawan menegaskan.
Keteladanan
Syekh Ahmad Yasin
Sebuah kisah luar biasa berkaitan dengan man jadda wajada datang dari seorang
Syekh Ahmad Yasin. Ia adalah seorang tokoh perjuangan Palestina yang kemudian
harus berhadapan dengan helicopter APACE milik Israel. Ia lumpuh, sudah tua dan
berada di atas kursi roda. Namun, untuk menghadapinya, Israel memerlukan banyak
tentara dan helicopter.
Saat berusia 16 tahun, sebagaimana anak-anak Palestina
pada umumnya, Syekh Ahmad Yasin sudah mempunyai semangat luar biasa untuk
membebaskan tanah airnya dari penjajahan zionis Israel. Ia saat itu belum
lumpuh.
Semangat dan kesiapan Syekh Ahmad Yasin untuk berjuang
melawan penjajahan Israel pun harus diuji, yakni pada saat ia hendak menjadi
bagian dari perjuangan Brigade Izzudin al Qosam. Ia beserta anak-anak Palestina
lainnya pun mencoba menguji sejauh mana kesiapan dan kekuatan mereka melalui
sebuah permainan yang disebut head stand,
berdiri dengan menggunakan kepala.
“Untuk menunjukkan bahwa mereka kuat dan siap mendaftar Brigade Izzudin al Qosam,” ujar stadz Hermawan menjelaskan. “Karena di samping hafalan Quran-nya harus banyak, kekuatan fisik mereka juga harus bagus.”
“Untuk menunjukkan bahwa mereka kuat dan siap mendaftar Brigade Izzudin al Qosam,” ujar stadz Hermawan menjelaskan. “Karena di samping hafalan Quran-nya harus banyak, kekuatan fisik mereka juga harus bagus.”
Syekh Ahmad Yasin saat itu menjadi peserta lomba head stand yang harus adu kuat dengan
anak-anak Palestina lainnya. Ia yang memang mempunyai tekad kuat untuk siap
berjuang, mampu bertahan lebih lama dalam kondisi head stand dibanding yang lain.
Namun, selang beberapa waktu, ia mengalami hilang
kesadaran. Allah memberikan ujian kepadanya, yakni kaki yang tidak bisa
digerakkan. Itu menjadi awal mula kelumpuhannya. Akan tetapi, yang terjadi
adalah ujian, tekad, semangat, cita-cita untuk membebaskan Palestina itu tidak
pernah padam dari diri Ahmad Yasin. Ahmad Yasin kemudian memilih untuk
memperdalam ilmu agama dan kemudian menjadi guru sekolah dasar dalam kondisinya
yang lumpuh.
Tapi, dari orang tua yang lumpuh ini kemudian
anak-anak Palestina terbakar semangatnya. Jika Ahmad Yasin menyampaikan materi,
menyampaikan hal-hal yang benar tentang agama, tentang akhlak atau tentang
apapun maka murid-muridnya itu begitu bersemangat untuk melaksanakannya.
Padahal, Ahmad Yasin bukanlah seorang orator yang handal, apalagi sampai berekspresi, gerakannya sangat terbatas. Tapi, ruh yang mewarnai setiap ucapannya, membuat anak-anak Palestina yang dibawah asuhannya menjadi bersemangat.
Padahal, Ahmad Yasin bukanlah seorang orator yang handal, apalagi sampai berekspresi, gerakannya sangat terbatas. Tapi, ruh yang mewarnai setiap ucapannya, membuat anak-anak Palestina yang dibawah asuhannya menjadi bersemangat.
“Jadi, dalam kondisi yang lumpuh seperti itu, ternyata
mimpi, harapan dan cita-cita tetap dijaga oleh seorang Ahmad Yasin. Itu
menginspirasi banyak orang, kemudian pemuda-pemuda Palestina menjadi luar biasa
dan akhirnya melalui Hamas, melalui Brigadir Izzudin al Qasam, mereka melakukan
perlawanan yang tidak pernah berhenti sampai sekarang,” ujar Ustadz Hermawan.
Kepasrahan penuh kepada Allah setelah berusaha secara
total menjadi penting. Sebab itu menunjukkan, seberapa besar keikhlasan akan hasil apapun yang diperoleh setelah melakukan segala usaha. Ada saat dimana
Allah memberikan sesuatu justru setelah manusia mengikhlaskannya. Seolah Allah sedang
menegur, permintaan tolong kepada selain-Nya tak ada artinya. “Untuk membuktikan
bahwa Allah lah yang Maha Kuasa atas segala hal,” Ustadz Hermawan menegaskan. (RDL)
Posting Komentar